Dilansir dari laman : Ariana.id
Oleh: Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag. (Ahmad Inung) (Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Kemenag RI).
Bagi penggemar Mixed Martial Art (MMA) atau olah raga tarung dengan menggabungkan berbagai jenis aliran, nama Khabib Nurmagomedov bukanlah nama asing. Nama lengkapnyanya adalah Khabib Abdulmanapovich Nurmagomedov. Dia adalah salah satu petarung MMA terbesar dalam ajang UFC.
Dia dikenal sebagai seorang Muslim taat dari Dagestan, Rusia. Dia adalah orang Rusia pertama dan Muslim pertama yang memenangkan gelar UFC.
Sangat kontras dengan para petarung MMA lain, dia dikenal sebagai pribadi santun dan tidak pernah mau terpancing dengan olokan kasar lawannya yang biasanya disemburkan saat trash talk session.
Dalam sejarah pertarungannya di dunia MMA, dia tak terkalahkan. Dalam 29 pertarungannya, dia mencatatkan kemenangan KO sebanyak 8 kali, lawan menyerah sebanyak 11 kali, dan keputusan juri sebanyak 10 kali. Pertarungan terbesarnya adalah saat dia melawan Conor McGregor, jagoan Ultimate Fighting Championship (UFC) dari Irlandia yang dikenal sangat kasar dan brutal. Pertarungan yang dihelat di Las Vegas, 6 Oktober 2018 itu ditonton 2.4 juta orang di seluruh dunia melalui saluran berbayar. Ini adalah jumlah penonton terbanyak dalam sejarah MMA.
Khabib mengakhiri karier gemilangnya dalam pertarungannya melawan Justin Gaethje. Pertarungan yang dimenangkan Khabib melalui kuncian triangle choke ini diselenggarakan di Abu Dhabi, pada Minggu 20 Oktober 2020. Seperti biasanya, setelah pertarungan itu, Khabib melepas sarung tangannya, lalu bersujud syukur.
Tulisan ini tentu saja tidak akan mengulas biografi dan sejarah karier Khabib di dunia MMA. Yang ingin disorot dalam tulisan ini adalah salah satu kalimat yang pernah diucapkan Khabib saat press conference menjelang pertarungannya melawan Max Holloway, yang rencananya akan digelar pada 7 April 2018. Pertarungan itu sendiri akhirnya gagal karena Holloway dilarang bertanding oleh Komisi Atletik New York, dengan alasan terlalu berisiko bagi Holloway karena mepetnya waktu untuk menurunkan berat badan.
Kalimat Khabib yang hingga kini banyak dikenang itu adalah sebagai berikut: “I want to explain to you guys the difference between money and legacy. He fights for money. I fight for legacy. It’s different.” Arti bebasnya kurang lebih seperti ini: “Saya akan jelaskan pada Anda sekalian perbedaan antara uang dan legacy. Dia bertarung demi uang, sedang saya bertarung untuk legacy (menciptakan sejarah yang akan terus dikenang dan diteladani dalam jangka waktu lama). Itu jelas berbeda.”
Dari ungkapan Khabib di atas, kita bisa mengambil pelajaran tentang dua jenis manusia dalam menjalani profesi dengan segala pangkat, jabatan, dan uang yang menyertainya. Manusia pertama adalah manusia dengan mental money, di mana profesi dengan segala pangkat dan jabatannya dikejar dalam rangka untuk kemakmuran diri. Profesi dijalani dengan penghayatan semata untuk menumpuk-numpuk uang.
Manusia jenis ini jelas berbeda dengan manusia jenis kedua, yaitu manusia dengan mental legacy. Manusia dengan mental legacy adalah mereka yang menjalani profesinya karena ingin membuat sejarah yang memiliki dampak kebaikan di masa depan. Apakah manusia jenis ini tidak membutuhkan uang? Manusia kedua ini juga butuh uang. Mungkin Anda bertanya: Lalu apa bedanya?
Di sebuah kesempatan lain, Khabib menjelaskan pertanyaan itu sebagai berikut: “If we have money, we can help people…. If you have money in your hand, it is very good. But, if money go in your mind, this is very bad. That is why we stay focused, stay humble, help people. This is very important.” (Kalau kita memiliki uang, kita bisa menolong orang. Jika kamu memiliki uang di tangan, itu baik. Yang tidak baik adalah ketika uang itu menguasai pikiranmu. Itulah mengapa kita tetap harus fokus, rendah hati, dan menolong orang lain. Inilah yang lebih penting)
Jadi, manusia dengan mental money jelas berbeda dengan manusia bermental legacy. Perbedaannya bukan ditentukan bahwa manusia mental legacy tidak membutuhkan uang. Perbedaannya ditentukan bagaimana dua tipe manusia ini menginsafi dan memperlakukan jabatannya. Manusia dengan mental money, mengejar pangkat dan jabatan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan dirinya. Sementara, manusia dengan mental legacy membatinkan dan menjalankan pangkat dan jabatannya karena untuk membuat sejarah agung di masa depan melalui tindakan kebaikan demi kebaikan.
Ada nasihat kuno yang saya kira masih relevan untuk terus kita hayati. “Positions are temporary. Ranks and titles are limited. But the way you treat people will always be remembered.” (Jabatan hanyalah sementara. Pangkat dan gelar ada batasnya. Tapi caramu memperlakukan orang lain itulah y
ang akan selalu dikenang).